Jakarta – Bank Indonesia (BI) memproyeksi, nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Kali ini, penyebabnya bukan semata faktor ekonomi global, melainkan memanasnya situasi geopolitik di Asia Selatan, tepatnya konflik terbuka antara India dan Pakistan.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) Erwin Gunawan Hutapea, mengatakan perkembangan situasi di Asia Selatan ini menjadi salah satu pemicu tambahan pelemahan rupiah.
Ditambah geopolitik India-Pakistan kelihatannya juga menambah persoalan, kata Erwin dalam Taklimat Media di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Erwin, mengatakan sejak awal tahun, pasar keuangan global telah dihantui berbagai kekhawatiran. Salah satunya adalah perang dagang yang kembali memanas, dipicu oleh kebijakan tarif balasan yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Langkah ini menimbulkan ketidakpastian dalam perdagangan internasional dan memicu kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Tekanan demi tekanan tersebut membuat investor asing bersikap lebih berhati-hati, yang terlihat dari arus modal yang terus mengalir keluar dari pasar keuangan domestik. Hal ini secara langsung berdampak pada nilai tukar rupiah.
Outflow secara akumulasi kalau kita lihat sejak awal tahun, memang secara total kita catatannya akumulasinya masih outflow, terutama dipengaruhi outflow di pasar saham, ujarnya.
India memanas dengan Pakistan
India melancarkan serangan rudal ke Pakistan pada Rabu pagi, 7 Mei 2025. Insiden ini menandai peningkatan besar ketegangan antara dua negara bersenjata nuklir itu.