Jakarta Menjaga keseimbangan ekosistem menjadi hal yang sangat krusial, mengingat bumi adalah rumah bagi manusia dan seluruh makhluk hidup. Sayangnya, berbagai aktivitas manusia terus memicu potensi kerusakan lingkungan. Salah satu dampak yang paling nyata terlihat di kawasan pesisir, yakni abrasi yang kian mengkhawatirkan.
Kondisi ini dirasakan langsung oleh para petani tambak di Muaragembong, Bekasi. Endang (42), bersama tujuh petani lainnya yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Sumber Makmur, menjadi saksi betapa abrasi terus menggerus wilayah tempat mereka tinggal dan mencari nafkah.
Endang sendiri pernah kehilangan rumah masa kecilnya di Muara Beting akibat abrasi. Sekitar awal tahun 2000-an, ia memutuskan pindah ke Pantai Bahagia yang berjarak sekitar 3,8 kilometer dari kampung halaman. Harapannya sederhana, bisa membangun kehidupan yang lebih baik. Namun, kenyataan berkata lain. Setiap tahun, ombak laut terus merangsek masuk, mengikis tanah, bahkan menerobos hingga ke dalam rumahnya.
“Kadang air naik sampai lutut,” cerita Endang.
Kisah serupa juga dirasakan oleh Anawan Suherman atau yang akrab disapa Aang. Sosok yang berperan sebagai Ketua Kelompok Mina Bakti Bersama ini telah merasakan genangan air laut sejak 2015. Bila abrasi datang, air bisa masuk sampai rumah setinggi 30-50 cm.
Dulu abrasi cuma buka 700 meter. Sekarang sudah 2.700 meter, ungkapnya.