Jakarta – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, mengingatkan pentingnya Indonesia untuk tidak tertinggal dalam perlombaan mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di kawasan Asia Tenggara.
Negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina disebut sudah melaju pesat, bahkan agresif dalam memperluas cakupan ekonomi syariahnya.
Destry menekankan bahwa Indonesia sebetulnya memiliki potensi yang luar biasa besar, dengan kontribusi ekonomi syariah yang telah mencapai sekitar 45% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, potensi itu bisa terhambat jika instrumen keuangan syariah tidak dikembangkan secara seimbang.
Nah di Departemen Ekonomi Keuangan Syariah, kami coba mengembangkan instrumen keuangannya. Karena kalau sekarang ekonomi syariahnya sudah tumbuh, instrumen keuangannya masih terbatas, tentu ini akan menjadi hambatan juga ke depan, kata Destry dalam penurutpan Fesyar Sumatera 2025 Road to ISEF 2025, di Lampung, Rabu (25/6/2025).
Destry menyebut, Malaysia saat ini masih menjadi salah satu pusat pengembangan keuangan syariah di Asia yang paling cepat. Meski begitu, Destry menyebut Negeri Jiran mulai mengalami kejenuhan karena keterbatasan sumber daya sebagai underlying asset untuk mendukung pertumbuhan produk-produk keuangan syariah.
Sekarang Malaysia ini sudah mulai agak jenuh juga. Karena bagusnya keuangan syariah dibandingkan konvensional adalah dalam setiap produk keuangan yang dihasilkan harus ada underlying. Jadi tidak boleh sifatnya spekulasi, jelasnya.
Namun, karena Malaysia sudah sangat ekspansif, mereka kini kesulitan mencari underlying baru. Celah inilah yang seharusnya bisa dimanfaatkan Indonesia untuk bergerak lebih cepat, termasuk dalam menerbitkan surat berharga syariah yang mendukung pembiayaan sektor riil seperti UMKM.