Jakarta Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan serius dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan, menyoroti bahwa pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo tahun depan diperkirakan mencapai sekitar Rp800 triliun. Jumlah ini menjadi salah satu faktor utama yang membuat ruang fiskal semakin sempit.
Dari sisi defisit, kita lihat bahwa besarnya pembayaran pokok dan bunga utang yang akan jatuh tempo tahun depan, yang diperkirakan akan sekitar Rp800 triliun, kata Deni dalam Media Briefing CSIS RAPBN 2026: Menimbang Janji Politik di Tengah Keterbatasan Fiskal, Senin (18/8/2025).
Menurut Deni, beban utang yang menumpuk berbarengan dengan belanja mengikat lainnya, seperti subsidi dan belanja pegawai, membuat fleksibilitas anggaran pemerintah sangat terbatas.
Kondisi tersebut memaksa pemerintah untuk berhitung cermat agar tetap mampu membiayai program prioritas tanpa mengorbankan stabilitas fiskal.
Dan beberapa tahun berikutnya, bersamaan dengan berbagai item belanja mengikat lainnya, itu membuat ruang fiskal kita menjadi sempit, ujarnya.
Meski demikian, ia menilai disiplin fiskal pemerintah tetap patut diapresiasi. Dengan defisit dijaga di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), ada sinyal positif bahwa keberlanjutan fiskal masih menjadi perhatian utama.
Beruntungnya atau baiknya, ada kedisiplinan fiskal pemerintah dengan menjaga keseimbangan primer dan defisit, anggaran terkendali di bawah 3% dari PDB. Ini adalah hal yang positif dan perlu diapresiasi, ujarnya.