Jakarta Target Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di atas level 5-6 persen harus diiringi dengan penerapan strategi yang tepat agar bisa mengakselerasi sumber-sumber penopang pertumbuhan.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan sumber penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan itu masih dari faktor permintaan domestik (domestic demand) yaitu konsumsi, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).
Selebihnya, dari ekspor. Jika melihat data per Juni 2025, konsumsi termasuk konsumsi rumah tangga dan belanja Pemerintah berkontribusi 62,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kemudian PMTB 27,83 persen.
Dengan demikian, domestik demand sekitar 80-90 persen, sedangkan selebihnya adalah ekspor. “Kekuatan ekonomi Indonesia berasal dari besarnya domestik demand, sebab itu dua mesin yang menggerakkan potensi domestik itu harus dioptimalkan,” kata Purbaya. Menurut Purbaya, dalam dua dekade terakhir, perekonomian nasional tumbuh berkisar 5-6 persen.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ketika harga komoditas booming, pertumbuhan ekonomi berada di level 6 persen. Saat itu, sektor swasta atau private sector lebih dominan perannya sebagai engine penggerak ekonomi.
Hal itu yang menyebabkan utang Pemerintah saat itu cenderung turun. Sementara di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) di mana harga komoditas yang tinggi sudah berakhir ditambah masa pandemi Covid-19 selama beberapa tahun, mesin perekonomian lebih dominan digerakkan oleh Pemerintah termasuk untuk membangun infrastruktur.
“Dalam dua puluh tahun terakhir ini, kita menyadari bahwa mesin ekonomi kita selalu timpang, satu mati, satu jalan, ke depan kita harus jalankan dua-duanya agar ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi,” kata Purbaya.