Jakarta – Pada 2025, harapan baru dalam pembangunan industri tekstil nasional mulai terlihat seiring dengan ekspansi sektor ini. Indikator PDB pada kuartal I dan II tercatat tumbuh di atas 4 persen.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menuturkan, perbaikan ini merupakan hasil dari evaluasi kebijakan bertahap setelah industri banyak mendapat tekanan akibat faktor makro ekonomi serta derasnya impor, terutama pakaian jadi, karena terbatasnya instrumen pembatasan impor.
Febri juga meluruskan opini yang belakangan disampaikan sejumlah pihak, termasuk Ikatan Alumni Tekstil dan Kahmi Rayon, yang menuding Kemenperin sebagai penyebab PHK massal di sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) akibat lemahnya tata niaga impor.
Pertanyaannya, data apa yang digunakan?Instrumen yang dimiliki Kemenperin hanya sebagian dari rantai ekosistem importasi tekstil. Justru importerbesar bukan dari alokasi pertimbangan teknis (pertek) impor yang diterbitkan Kemenperin,” ujar Febri, seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (25/9/2025).
Ia menjelaskan, gap antara data BPS dan pertek tidak bisa serta merta dikaitkan dengan kebijakan Kemenperin, karena barang impor bisa masuk melalui Kawasan Berikat ke pasar dalam negeri, impor borongan, maupun barang ilegal—semuanya tanpa lartas (larangan terbatas) pertek dari Kemenperin.