Jakarta – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menilai tarif impor 32% yang dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap produk tekstil Indonesia akan memukul kinerja ekspor secara signifikan. Lantaran, mayoritas ekspor tekstil ke AS berasal dari produk jadi seperti pakaian dan garmen.
Dampak langsung terhadap tarif 32% dari AS ini akan mempengaruhi ekspor produk jadi kita. Karena mayoritas ekspor tekstil ke AS adalah produk jadi, kata Sekretaris Jenderal APSyFI Farhan Aqil Syauqi, kepada www.wmhg.org, Kamis (10/7/2025).
Ia mengungkapkan, penurunan permintaan dari AS akan secara langsung menggerus volume produksi pelaku industri hilir. Maka hal ini akan berdampak pada menyusutnya permintaan bahan baku tekstil dari industri hulu seperti benang dan kain.
Industri tekstil kita sudah terintegrasi sehingga jika ada rantai pasok yang terhambat, pasti akan berpengaruh terhadap kinerja industry hulu juga, ujar dia.
APSyFI mengaku juga mendengar beberapa buyer dengan tujuan AS meminta untuk negosiasi harga kembali. Ada juga yang meminta subsidi. Namun ini terjadi bagi industri yang berorientasi ekspor.
Tentu ini berat bagi mereka disaat kondisi pasar domestik masih dibanjiri produk impor yang murah, ujarnya. Bahkan beberapa bulan yang lalu, pihaknya sudah menyampaikan bahwa permintaan AS itu adalah untuk mengurangi defisit neraca perdagangan, sehingga harus melakukan impor lebih banyak dari AS.