Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan peran strategis pajak rokok bukan hanya sebagai sumber penerimaan daerah, tetapi juga sebagai instrumen untuk melindungi kesehatan publik.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10 persen dari nilai cukai yang dipungut pemerintah pusat. Misalnya, jika cukai rokok mencapai Rp30.000, maka pajak rokok yang diterima daerah adalah Rp3.000.
Kontribusi Signifikan untuk Pendapatan Daerah
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Morris Danny menjelasakan, pemungutan pajak rokok dilakukan oleh pemerintah pusat dan hasilnya dibagi kepada pemerintah daerah, termasuk DKI Jakarta.
Kontribusi ini menjadi salah satu penopang penting pendapatan daerah yang selanjutnya digunakan untuk membiayai berbagai program pelayanan public, kata dia dalam keterangannya, Selasa (12/8/2025).
Objek pajak meliputi seluruh jenis produk rokok yang dikenakan cukai, mulai dari sigaret, cerutu, rokok daun, hingga bentuk lainnya.
Subjek pajak adalah konsumen rokok, sedangkan pihak yang wajib membayar pajak rokok adalah produsen atau importir yang memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).