Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Pada Maret 2025 neraca perdagangan Indonesia surplus USD 4,33 miliar atau naik sebesar USD 1,23 miliar secara bulanan.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, Indonesia mengalami surplus perdagangan barang pada kelompok non-migas dengan beberapa negara dan tiga terbesar di antaranya adalah Amerika Serikat USD 1,98 miliar, India USD 1,04 miliar, dan Filipina USD 0,71 miliar.
“Dengan Amerika Serikat ini didorong oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya alas kaki HS 64 dan lemak dan minyak hewan nabati HS 15,” kata Amalia dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).
Nilai Perdagangan AS dan Indonesia Alami Tren Peningkatan
Sejak 2015 hingga 2024, nilai perdagangan kedua negara secara umum terus mengalami peningkatan.
Tren peningkatan neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika terlihat lebih didorong oleh tren peningkatan neraca perdagangan non-migas,” jelas Amalia.
Berdasarkan data BPS, hingga Maret 2025, Indonesia membukukan surplus perdagangan dengan Amerika Serikat sebesar USD 4,32 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2024, yakni sebesar USD 3,61 miliar.
Amalia menuturkan, ekspor Indonesia ke AS didominasi oleh komoditas non-migas, dengan komoditas utama antara lain mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), pakaian rajutan (HS 61), serta alas kaki (HS 64). Sementara itu untuk migas, Indonesia melakukan impor migas terutama untuk Crude Petroleum Oil, Liquefied Propane, dan Liquefied Butane.
Di sisi impor non-migas dari AS, Indonesia banyak mengimpor mesin dan peralatan mekanis (HS 84), biji dan buah mengandung minyak seperti kedelai (HS 12), serta mesin perlengkapan elektrik (HS 85).