Jakarta – Pemerintah menggulirkan sejumlah stimulus ekonomi untuk mendorong konsumsi masyarakat. Akan tetapi, menurut Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, kebijakan ini dinilai belum cukup kuat untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
Wijayanto menyoroti tidak ada diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang sebelumnya pernah menjadi bagian dari stimulus. Ia menilai, tanpa komponen tersebut, daya dorong stimulus menjadi lemah.
Tanpa diskon listrik 50% rasanya kurang nendang, dampak pertumbuhan ekonomi pasti ada, tetapi kurang signifikan, ujar Wijayanto kepada www.wmhg.org, Selasa (3/6/2025).
Meskipun pemerintah mengucurkan gaji ke-13 ASN dengan nilai sekitar Rp 43 triliun, Wijayanto menilai hal itu belum cukup mendorong pertumbuhan ekonomi menuju angka 5 persen secara tahunan pada kuartal kedua.
Insentif yang Diberikan Cenderung untuk Kelas Menengah Atas
Ia menyoroti insentif yang diberikan justru cenderung dinikmati oleh masyarakat kelas menengah atas, terutama yang memiliki kemampuan finansial untuk berlibur selama masa liburan sekolah. Sementara itu, kelompok masyarakat dengan kondisi ekonomi terbatas belum mendapatkan bantuan yang benar-benar memadai.
Selain itu, saya juga melihat insentif ini cenderung menguntungkan kelompok menengah atas, mereka yang berlibur saat liburan sekolah. Bagaimana dengan mereka yang makan saja sulit? Bantuan bahan makanan rasanya belum memadai, ungkapnya.
Ia juga mengkritisi sifat stimulus yang dianggap terlalu konsumtif dan tidak menyentuh aspek-aspek fundamental ekonomi. Menurut dia, ketika insentif berakhir, perlambatan ekonomi sangat mungkin terjadi karena tidak ada penciptaan aktivitas baru atau pembenahan struktural yang menyertainya.