Jakarta – Aksi unjuk rasa yang terjadi pada akhir Agustus lalu di Indonesia tidak hanya menarik perhatian publik dalam negeri, tetapi juga menjadi sorotan media internasional terkemuka seperti Reuters, Bloomberg, Al Jazeera, dan Financial Times.
Sorotan global ini menunjukkan bahwa gejolak politik di Indonesia bukan sekadar masalah domestik. Hal ini juga diperhitungkan oleh para investor global dalam menilai arah pasar dan iklim investasi di Indonesia.
Respons pasar terhadap situasi ini cukup signifikan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 3,6%, penurunan terbesar dalam hampir lima bulan. Saham sejumlah bank mengalami dampak besar.
Selain itu, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia dengan tenor 10 tahun naik tujuh basis poin, mencapai level 6,4%, yang merupakan level tertinggi dalam hampir tiga minggu.
Meskipun demikian, rupiah relatif stabil berkat intervensi dari Bank Indonesia.
Ekonom dari Universitas Pasundan, Acuviarta, menilai bahwa jika demonstrasi terus berlanjut, dampaknya akan terlihat pada keputusan investasi, terutama di sektor keuangan. Ia mengingatkan bahwa pengalaman krisis tahun 1997-1998 di era Orde Baru menunjukkan betapa rentannya sektor keuangan Indonesia terhadap gejolak politik dan ekonomi.
Ya, dan saya kira sektor keuangan kan kita sudah belajar juga dari kondisi tahun 97-98, ya. Nah, meskipun sekarang saya kira kondisi sektor keuangan kita sudah jauh lebih kuat dibandingkan pada masa itu, jelasnya kepada Senin (1/9/2025).
Acuviarta menambahkan bahwa meskipun kondisi keuangan Indonesia saat ini jauh lebih kuat dibandingkan masa krisis, potensi tekanan tetap ada jika situasi politik terus berlarut-larut.