Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pengeluaran kementerian dan lembaga (K/L) lebih efisien dan tepat guna. Seiring hal itu, Sri Mulyani menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 mengenai Standar Biaya Masukan (SBM) untuk Tahun Anggaran 2026.
PMK ini ditetapkan pada 14 Mei 2025 dan mulai berlaku sejak diundangkan pada 20 Mei 2025. Kebijakan ini merupakan kebijakan rutin yang bertujuan menyesuaikan satuan biaya agar lebih sesuai dengan kondisi pasar terkini, sekaligus tetap memperhatikan efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu cara untuk menjamin efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan anggaran adalah dengan menetapkan standar biaya.
Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran, Lisbon Sirait, menjelaskan standar ini menjadi panduan bagi K/L dalam menyusun dan melaksanakan anggaran, agar anggaran digunakan tidak hanya untuk mencapai target hasil (output), tetapi juga memperhatikan efisiensi pada sisi masukan (input). Dengan kata lain, penyusunan SBM yang semakin berkualitas menjadi salah satu dasar penting untuk mencapai efisiensi dalam alokasi anggaran.
Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran. Dalam aturan tersebut, pendekatan yang digunakan dalam menyusun Rencana Kerja Anggaran (RKA) adalah Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK).
Dalam PBK ini, terdapat tiga instrumen utama, yaitu Indikator Kinerja, Standar Biaya, dan Evaluasi Kinerja. Tujuannya adalah untuk dapat mengukur target kinerja, efisiensi, dan efektivitas penggunaan biaya melalui pencapaian kinerja yang terukur,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (2/6/2025).
Ruang lingkup PMK SBM mencakup satuan biaya untuk honorarium, fasilitas (seperti kendaraan dinas), perjalanan dinas, pemeliharaan, barang dan jasa (seperti operasional kantor, biaya rapat, paket pertemuan), serta bantuan (seperti beasiswa untuk ASN yang mengambil program gelar di dalam negeri).