Jakarta Bank Indonesia mengungkapkan bahwa penggunaan layanan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) terus diperluas, diantaranya ke Korea Selatan, India, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.
In the process dengan Korea, India, Uni Emirat Arab, juga lagi proses dengan Saudi Arabia, kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, dalam acara Edukasi Pekerja Migran Indonesia dalam rangka memperingati Hari Kartini di Gedung Dhanapala, Jakarta, Senin (21/4/2025).
Destry juga menambahkan bahwa layanan QRIS telah beroperasi di tiga negara, yaitu Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Dengan adanya ini, masyarakat Indonesia yang berkunjung ke negara-negara tersebut tidak perlu lagi membawa uang tunai. Cukup menggunakan layanan pembayaran QRIS melalui ponsel, transaksi bisa dilakukan dengan mudah.
Jadi, itu memudahkan, nanti kalau teman-teman (PMI) misalnya mau transaksi bisa dengan QRIS, mau itu dengan bank, base nya bank, atau dengan non bank, non bank itu kan banyak ya QRIS itu, ujarnya.
Ada Tantangan di AS
Namun, meskipun Indonesia terus memperluas penggunaan QRIS, langkah ini tidak lepas dari perhatian pemerintah AS. Di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, AS menganggap layanan QRIS sebagai penghambat dalam sektor perdagangan, khususnya yang berkaitan dengan sistem pembayaran.
Hal ini tercatat dalam laporan Foreign Trade Barriers yang diterbitkan oleh United States Trade Representative (USTR) 2025.
USTR menyoroti mengenai penerapan QRIS yang diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019 berpotensi membatasi ruang gerak perusahaan asing untuk bersaing di pasar pembayaran digital Indonesia.
Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank, menyampaikan kekhawatirannya karena selama proses penyusunan kebijakan kode QR oleh Bank Indonesia, tulis USTR.