Jakarta Pecahnya konflik militer antara Israel dan Iran memicu kekhawatiran baru di pasar global, terutama pada prospek pertumbuhan ekonomi yang telah diprediksi melemah tahun ini.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyoroti dampak dari ketegangan Iran-Israel yang dikhawatirkan dapat memicu kenaikan biaya produksi manufaktur global, dengan harga-harga komunitas, terutama komoditas energi mengalami lonjakan yang signifikan.
Perang Iran Israel telah memicu kekhawatiran tentang gangguan di Selat Hormuz, di mana dekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia.
“Misalkan harga minyak pentah langsung naik 7% ketika terjadi eskalasi konflik Israel-Iran. Di sisi lain permintaan untuk barang-barang dari industri pengolahan melemah. Hal ini yang (menimbulkan risiko) perdagangan global menurun,” ungkap Bhima kepada www.wmhg.org di Jakarta. Senin (16/6/2025).
Dunia Usaha Tertekan
Lebih lanjut Bhima mengatakan, situasi yang tidak berimbang itu membuat dunia usaha tertekan.
“Sehingga perlambatan ekonomin makin terasa dan diproyeksikan memang pertumbuhan ekonomi global hanya 2-2,3% di tahun 2025,” bebernya.
Bhima memperkirakan, kondisi tersebut dapat menjadi hambatan bagi Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% tahun ini.
“Tentunya Indonesia pertumbuhannya akan lebih sulit lagi menyentuh angka 5%. Diproyeksi tumbuh hanya 4,7% di 2025 untuk ekonomi Indonesia,” katanya.