Jakarta Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) mengharapkan kebijakan pemerintah dalam hal ini dalam penetapan kawasan hutan memperhatikan perlindungan terhadap lahan petani sawit.
Ketua Umum Aspekpir Setiyono mengungkapkan petani program transmigrasi merasa prihatin karena lahan perkebunan sawit yang telah dimiliki bertahun-tahun dimasukkan dalam peta kawasan hutan dan sertifikat hak milik (SHM) yang diberikan negara tidak diakui Kementerian Kehutanan.
Menurut dia, lahan yang diklaim kawasan hutan berisiko tidak bisa diajukan untuk peremajaan sawit rakyat (PSR). Selain itu, lahan tersebut juga tidak bisa dijaminkan ke lembaga keuangan.
Selain itu, lanjutnya, petani juga khawatir lahan mereka dipasang plang atau disegel oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang bertugas memperbaiki tata kelola pertambangan, perkebunan, dan kegiatan lain di kawasan hutan.
Saat ini, dikatakannya, di Riau lebih 40.000 hektar lahan masyarakat eks program transmigrasi yang juga sudah menjadi kebun sawit menghadapi risiko tidak bisa dijadikan agunan untuk kredit bank karena diklaim Kementerian Kehutanan sebagai kawasan hutan.
“Kami berharap kebijaksanaan pemerintah. Perpres (Nomor: 5 Tahun 2025 tentang Kawasan Hutan) ini untuk menyelesaikan peta kawasan hutan yang selama ini tidak valid dan tidak pernah diukur dengan benar di lapangan, bukan malah membuat petani resah, ujarnya dikutip dari Antara, Minggu (25/5/2025).