Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menegaskan dengan keikutsertaan Indonesia dalam BRICS tidak menjadikan alasan Amerika Serikat (AS) tetap memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen.
Indonesia baru saja bergabung menjadi anggota BRICS sejak 6 Januari 2025. Sejalan dengan hal itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan menaikkan tarif impor 10 persen bagi negara yang tergabung dalam BRICS.
Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto menegaskan kebijakan luar negeri Indonesia bersifat bebas aktif. Keikutsertaan Indonesia dalam BRICS lebih dilihat sebagai upaya menjalin hubungan dengan berbagai pihak, bukan bagian dari aliansi politik atau ekonomi yang eksklusif.
Enggak, kalau itu kan sebenarnya politik luar negeri Indonesia kan bebas aktif, itu disampaikan di Piagam Bandung. Jadi sebenarnya itu lebih luas daripada sekadar transaksi dagang. Jadi kita tetap politik luar negeri kita bebas aktif, jadi kita membina hubungan dengan siapa saja, ujar Haryo dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, ditulis Kamis (10/7/2025).
Meski mengakui ancaman tarif tambahan 10 persen terhadap negara BRICS telah dicatat, pemerintah menyatakan hal tersebut belum menjadi prioritas utama dalam negosiasi dagang. Saat ini, perhatian pemerintah tertuju pada pengurangan tarif 32 persen yang sudah berlaku.
Haryo menyebutkan bahwa ancaman tarif tambahan dari Presiden AS Donald Trump masih bersifat wacana atau ultimatum, sehingga belum dapat dijadikan dasar kebijakan yang konkret. Pemerintah tetap menilai tarif yang telah diumumkan secara resmi sebagai pijakan utama dalam diskusi dengan pihak AS.
Kita mencatat itu (ancaman tambahan tarif impor), tapi kita tidak mempertimbangkan secara khusus. Kita anggap sekarang yang tarif finalnya 32 persen, itu yang kita butuhkan, ungkapnya.