Jakarta Di tengah geliat pemulihan ekonomi pasca-pandemi, Bali memasuki fase ekspansi. Hal ini bisa dilihat dari data perekonomian Pulau Dewata tumbuh 5,78 persen secara kumulatif pada semester I-2025, melampaui rata-rata nasional yang berada di kisaran 5,1 persen.
Lonjakan kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 2,64 juta orang dalam lima bulan pertama 2025, menjadi mesin penggerak utama. Angka ini naik signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu, didorong oleh kembali maraknya agenda MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) dan festival budaya berskala internasional.
Namun, di balik tren positif ini, terselip tantangan besar. Tingkat hunian hotel di Bali justru turun 10-20 persen dibanding tahun sebelumnya. Penyebabnya antara lain maraknya akomodasi ilegal dan short-term rental yang tidak terdaftar, memicu kebocoran pendapatan daerah dan mengancam ekosistem pariwisata formal.
Persoalan ini menjadi bahasan utama Bali Entrepreneurship Minifest 2025 yang dihelat oleh IEF Research Institue berkolaborasi dengan Himpunan Pengusaha Kahmi (HIPKA) Bali di Denpasar. Acara yang didukung oleh Bank BRI, IC Consultant dan Ay’s On You (AOY) ini dihadiri kurang lebih 100 pelaku UMKM dan para pengusaha di Bali.
Direktur Eksekutif IEF Research Institute Ariawan Rahmat menyampaikan, cara tersebut bertujuan untuk membangun sinergi pemerintah, pengusaha dan masyarakat dalam memperkuat daya saing Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia sekaligus pusat pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Ariawan Rahmat menyoroti pentingnya kesiapan administrasi dan tata kelola usaha di tengah iklim ekonomi yang kondusif di Bali agar bisnis mampu mencapai keberlanjutan.
“Bisnis yang kuat bukan hanya soal omzet besar, tapi juga administrasi yang rapi dan kepatuhan yang terjaga. Pajak adalah tiket legal untuk tumbuh tanpa bayang-bayang masalah hukum,” kata Ariawan dikutip Sabtu (16/8/2025).