Jakarta Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) melihat ancaman nyata dari cuaca ekstrem bagi nelayan. Bukan sebatas keselamatan saat melaut, ekonomi masyarakat pesisir turut terancam.
Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan menilai iklim menyebabkan pola cuaca menjadi tidak menentu, sehingga pengetahuan tradisional tentang prakiraan cuaca menjadi kurang memadai. Maka, nelayan perlu dibekali dengan informasi prakiraan cuaca yang akurat serta sistem peringatan dini agar dapat menentukan jadwal melaut secara lebih aman.
BACA JUGA:SPBUN Mulai Dibangun, Nelayan di Lampung Timur Bakal Makin Mudah Dapat BBM
BACA JUGA:Tolak Tambang Migas, Nelayan Pulau Kangean Demo Kapal Siesmik
BACA JUGA:Menko Zulkifli Hasan Janji Tingkatkan Kesejahteraan Nelayan hingga Peternak, Ini Solusinya
BACA JUGA:6 Nelayan Ditangkap, Warga Kangean Geruduk Kantor Polsek dan Bakar Mess Kontraktor
Selain itu, bantuan alat keselamatan untuk nelayan juga perlu ditingkatkan. Alat-alat keselamatan tersebut mencakup jaket pelampung (life jacket), pelampung cincin (life buoy), dan alat pelindung diri (APD) yang berfungsi menjaga keselamatan nelayan saat berada dalam kondisi cuaca buruk, ungkap Dani dalam keterangan resmi, Senin (17/112025).
Dia menegaskan, penyediaan alat-alat keselamatan bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah. Selain itu, pemerintah perlu memperkuat sistem jaring pengaman sosial bagi nelayan kecil agar meminimalkan dampak ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Program semacam ini penting agar nelayan tetap memiliki ketahanan ekonomi saat menghadapi cuaca ekstrem, sekalipun tidak turun melaut, ungkapnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan pendapatan nelayan. Hal itu terlihat dari Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang cenderung menurun. Pada Oktober 2025, NTN turun sebesar 0,04 persen. Sebabnya adalah indeks harga yang diterima nelayan turun lebih dalam dibandingkan dengan indeks harga yang dibayarkan nelayan.
Akumulasi dampak di atas menciptakan tekanan sosial dan ekonomi yang berat bagi nelayan. Dalam jangka panjang, tekanan tersebut berpotensi menyebabkan migrasi dan peralihan profesi nelayan, jelas Dani.




:strip_icc()/kly-media-production/medias/5415609/original/012971300_1763382056-895114fe-77ed-4228-a20e-561d713ffa03.jpeg)

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5415069/original/076666700_1763359336-1000154558.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5355962/original/087526300_1758388524-Untitled.jpg)





:strip_icc()/kly-media-production/medias/5219630/original/083296100_1747221144-20250514-Harga_Emas-ANG_5.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/976572/original/043059500_1441279137-harga-emas-4.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/3271756/original/069996900_1603102551-20201019-Harga-Emas-Hari-Ini-Stabil-4.jpg)
:strip_icc():watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1180,20,0)/kly-media-production/medias/5414152/original/041964600_1763266338-20251116BL_Run_For_Good_Journalism_2025_13.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5380691/original/073327600_1760429645-menteri_keuangan_purbaya_yudhi_sadewa.jpeg)