Jakarta – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menegaskan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) harus menjadi momentum perbaikan sistem transportasi darat secara menyeluruh.
MTI menyoroti dua masalah utama yang mendesak antara lain darurat keselamatan jalan dan lemahnya komitmen pemerintah dalam pengelolaan angkutan jalan. Hal ini disampaikan MTI di hadapan komisi V DPR RI dalam masukan terkait penyusunan RUU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Revisi UU Harus Mengarah pada Kebijakan Transportasi yang Sistematis
Ketua Umum MTI, Tory Damantoro menekankan, perubahan UU ini harus menjadi tonggak perbaikan sistem transportasi yang lebih sistematis, bukan sekadar pembagian tugas dan kewenangan antar-lembaga.
Kami mendorong revisi UU ini agar menjadi landasan kebijakan yang lebih komprehensif dalam perbaikan sektor transportasi darat. Regulasi ini tidak boleh hanya berfokus pada operasional tugas dan fungsi kelembagaan semata, tetapi harus memastikan bahwa sistem transportasi kita lebih terstruktur, efisien, dan berorientasi pada keselamatan serta layanan publik yang lebih baik, ujar Tory.
Penyelesaian ODOL Harus dengan Pendekatan Supply Chain yang Jelas
Sekretaris Jenderal MTI, Haris Muhammadun menyoroti, persoalan kendaraan Over Dimension Over Load (ODOL) yang hingga kini masih menjadi ancaman serius bagi keselamatan di jalan.
Kasus ODOL tidak bisa diselesaikan hanya dengan penegakan hukum di jalan. Diperlukan pendekatan supply chain yang jelas, dengan pengaturan sistem dan kapasitas simpul lintasan angkutan barang yang memadai. Pemerintah harus memastikan bahwa moda angkutan yang digunakan sesuai dengan karakteristik komoditas yang diangkut, sehingga kapasitas beban bisa terdistribusi secara optimal, tegas Haris.