Jakarta – Pemahaman masyarakat terkait perbedaan antara pajak pusat dan pajak daerah dinilai masih perlu ditingkatkan. Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Morris Danny, menegaskan bahwa edukasi perpajakan menjadi kunci dalam menciptakan tata kelola keuangan yang transparan dan berkelanjutan.
“Dengan memahami fungsi pajak pusat dan pajak daerah, masyarakat dapat melihat bagaimana setiap rupiah yang dibayarkan kembali dalam bentuk pembangunan dan layanan publik,” ujar Morris dalam keterangannya, Jumat (15/8/2025).
Pajak pusat adalah pajak yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk membiayai kebutuhan negara melalui APBN.
Jenisnya meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor tertentu.
Sementara itu, pajak daerah dipungut dan dikelola oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota untuk membiayai urusan pemerintahan daerah melalui APBD. Di DKI Jakarta, pajak daerah mencakup Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), Pajak Rokok, hingga Pajak Air Tanah.
Tujuan Restrukturisasi dan Penyederhanaan Pajak
Morris menjelaskan, reformasi pajak yang dilakukan pemerintah memiliki empat tujuan utama: menghindari duplikasi pemungutan, menyederhanakan administrasi, mempermudah pengawasan, dan meningkatkan kepatuhan masyarakat.
“Penyederhanaan pajak tidak hanya mempermudah masyarakat, tetapi juga memperkuat kemandirian fiskal daerah tanpa menambah beban pajak,” jelasnya.