Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan penjelasan mengenai perbedaan angka kemiskinan di Indonesia yang dipublikasikan oleh Bank Dunia melalui Macro Poverty Outlook. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa pada tahun 2024, lebih dari 60,3 persen penduduk Indonesia, yang setara dengan 171,8 juta jiwa, hidup di bawah garis kemiskinan.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa data resmi dari BPS menunjukkan tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024 mencapai 8,57 persen, yang berarti sekitar 24,06 juta jiwa. Dengan demikian, terdapat perbedaan signifikan antara angka yang dirilis oleh kedua institusi tersebut.
Amalia menjelaskan, Perbedaan angka ini memang terlihat cukup besar, namun penting untuk dipahami secara bijak bahwa keduanya tidak saling bertentangan. Perbedaan muncul disebabkan adanya perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan dan untuk tujuan yang berbeda, ujar Amalia pada Jumat (2/5/2025).
Standar Bank Dunia
Menurut Amalia, Bank Dunia menerapkan tiga pendekatan atau standar garis kemiskinan untuk mengawasi pengentasan kemiskinan secara global dan membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara. Pendekatan tersebut meliputi international poverty line untuk mengukur tingkat kemiskinan ekstrem (USD2,15 per kapita per hari), USD3,65 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income), dan USD6,85 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income).
Amalia menambahkan, Ketiga garis kemiskinan tersebut dinyatakan dalam USD PPP atau purchasing power parity, yaitu metode konversi yang menyesuaikan daya beli antarnegara. Hal ini berarti bahwa nilai dollar yang digunakan bukanlah kurs nilai tukar yang berlaku saat ini, melainkan berdasarkan paritas daya beli, di mana USD 1 PPP pada tahun 2024 setara dengan Rp 5.993,03.
Bukan Kebutuhan Dasar
Angka kemiskinan Indonesia yang mencapai 60,3 persen diperoleh dari estimasi tingkat kemiskinan dengan menggunakan standar sebesar USD6,85 PPP. Standar ini disusun berdasarkan median garis kemiskinan dari 37 negara berpendapatan menengah atas, dan bukan berdasarkan kebutuhan dasar penduduk Indonesia secara spesifik.
Bank Dunia juga merekomendasikan agar setiap negara menghitung garis kemiskinan nasional (National Poverty Line) yang sesuai dengan karakteristik serta kondisi ekonomi dan sosial masing-masing negara. Meskipun Indonesia saat ini diklasifikasikan sebagai negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income country/UMIC) dengan Gross National Income (GNI) per kapita sebesar USD4.870 pada tahun 2023, perlu dicatat bahwa posisi Indonesia baru saja naik ke kategori UMIC.
Dengan demikian, Indonesia hanya sedikit berada di atas batas bawah kategori UMIC, yang memiliki rentang nilai yang cukup lebar, yaitu antara USD4.516 hingga USD14.005. Oleh karena itu, jika standar kemiskinan global Bank Dunia diterapkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia bisa jadi sangat tinggi.