Jakarta Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Bidang Akademik dan Riset, Sahara, menyorit terkait besarnya anggaran dana desa yang mencapai Rp146,98 triliun pada tahun 2024 dinilai berpotensi membuka celah korupsi dan moral hazard di tingkat desa.
Ia menegaskan bahwa tren penyalahgunaan dana desa terus meningkat, meski dana tersebut diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur dasar.
Pagi tadi, saya membaca berita bahwa ada salah satu Kepala Desa di tangkap karena korupsi dana desa sekitar Rp490 juta. Kecil sih kalau kita lihat dibandingkan dengan mega korupsi yang terjadi. Tetapi tadi yang saya katakan Bapak Ibu, ada 80 ribu desa loh. Di Indonesia lebih dari 80 ribu desa, kata Sahara dalam Launching ISEI Lead Indicator, secara virtual, Selasa (1/7/2025).
Ia merujuk pada data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mencatat puncak kasus korupsi dana desa terjadi pada tahun 2022, dengan 381 kasus dilaporkan dalam setahun.
Dan ini sudah dicatat oleh ICW bahwa tren korupsi dana desa itu sejak tahun 2016, menunjukkan peningkatan. Mencapai puncaknya tahun 2022 dengan jumlah kasus sebanyak 381. Dan praktik korupsi seperti mark up anggaran ini sampai sekarang ini masih terus terjadi, ujarnya.
Padahal dana desa itu ditujukan untuk membangun infrastruktur dasar seperti air bersih, listrik, jalan usaha tani, jembatan, internet desa, hingga fasilitas pendidikan dan kesehatan. Pembangunan ini seharusnya menjadi motor utama pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Menurutnya, infrastruktur desa yang buruk akan mempersulit aktivitas ekonomi warga dan meningkatkan ketimpangan antara desa dan kota.