Jakarta Industri hasil tembakau (IHT) sedang bergelut di tengah pelemahan ekonomi lokal dan dinamika global. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada kuartal I 2025 industri, pengolahan tembakau mengalami kontraksi terdalam sebesar -3,77 persen year-on-year (yoy).
Berbanding terbalik dengan pertumbuhan positif 7,63 persen pada periode yang sama tahun lalu. Sementara produksi rokok selama enam bulan pertama 2025 tercatat 142,6 miliar batang, turun 2,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Angka ini menjadi yang terendah dalam 8 tahun terakhir sejak 2018, kecuali pada 2023. Per Juni 2025, produksi hanya mencapai 24,8 miliar batang, turun 5,7 persen dibanding Mei dan merosot 3,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Imbasnya, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi menilai, target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) 2025 yang sebesar Rp 230,9 triliun terancam tidak mencapai target. Lantaran realisasinya baru Rp 87 triliun atau sekitar 37,8 persen per Mei 2025.
Angka ini memperparah tren buruk target penerimaan CHT yang tidak tercapai di tahun-tahun sebelumnya. Seperti diketahui, pada 2023, realisasi CHT hanya mencapai Rp 213,48 triliun atau 91,78 persen dari target Rp 232,5 triliun, jelasnya, Senin (25/8/2025).
Sedangkan pada 2024, realisasi CHT hanya Rp 216,9 triliun atau 94,1 persen dari target Rp 230,4 triliun, ujar Benny.