Jakarta Industri otomotif tengah berada di persimpang jalan. Gelontoran investasi selama puluhan tahun terancam seiring melemahnya pasar domestik dan ketidakadilan pasar. Bahkan saat ini, produk otomotif lokal dikenakan berbagai tarif pajak dan pungutan yang jumlahnya cukup tinggi dibandingkan negara lain.
Pengamat Otomotif Agus Tjahjana mengamini ada sejumlah faktor kunci yang menyebabkan penurunan penjualan kendaraan roda empat di Indonesia. Salah satunya, beban pajak yang tinggi.Â
Agus mencatat total beban pajak kendaraan di Indonesia telah tembus 40% saat ini dari harga jual mobil umum. Bahkan, angkanya bisa lebih tinggi dan membuat beban pajak otomotif di Indonesia terbilang paling tinggi di antara negara Asean lain.Â
Beban pajak yang berat inilah yang menjadi salah satu faktor penurunan penjualan mobil dalam beberapa tahun terakhir. Dia menyebut pajak yang dikenakan pada mobil baru, seperti Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) bisa mencapai hampir setengah dari harga jual mobil.Â
Orang gak akan beli kalau mahal, yang paling cepat turunkan ya sebenarnya pajak. PPnBM contoh waktu Covid-19. Terus tadi disebut bea balik nama [BBNKB] itu dipakai sebagai ornamen ambil ulang, tapi dia gak lihat secara keseluruhan, kata Agus, dikutip Sabtu (27/9/2025)..
Terkait beban perpajakan, dia membandingkan beban pajak kendaraan di Thailand, salah satu kompetitor negara produsen otomotif Indonesia. Agus memperkirakan beban pajak total di Thailand hanya sekitar 32%.Â
Adapun, Thailand memiliki struktur pajak berbeda dari Indonesia. Struktur pajak Thailand yang lebih ringan ini tidak hanya mendongkrak daya beli domestik, tetapi juga membuatnya menjadi basis produksi yang lebih menarik bagi investor global.
Jadi kalau PPnBM agak repot apalagi BBNKB, satu mobil Camry BBNKB Rp15 juta. 2 tahun sudah beli 2 sepeda motor. Tapi uang itu dipakai ekonomi daerah memang bagus, jadi menurut saya in paling sederhana melihat perpajakan, tuturnya.Â