Jakarta Polemik seputar Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) kembali mencuat, memantik kekhawatiran akan potensi intervensi pihak tertentu. Perjanjian internasional ini dinilai menyusup secara halus, meski tidak diratifikasi secara resmi oleh Pemerintah Indonesia sejak terbentuknya pada tahun 2002.
FCTC dipandang sebagai alat tekanan terhadap negara-negara produsen tembakau. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan ekosistem pertembakauan yang kuat dan bersejarah, secara tegas menolak meratifikasi perjanjian tersebut.
Ahli Hukum Internasional Hikmahanto Juwana, menilai keputusan Indonesia untuk tidak meratifikasi FCTC sebagai bentuk nyata perlindungan terhadap kedaulatan nasional.
“Mereka mencoba melakukannya untuk meminta Indonesia tidak meratifikasi, tapi mengadopsi,” jelasnya dikutip Rabu (28/5/2025).
Menurutnya, terdapat upaya untuk menyisipkan ketentuan-ketentuan FCTC ke, meskipun Indonesia secara resmi menolak perjanjian tersebut. Ia menyebut hal ini sebagai bentuk penjajahan model baru, di mana intervensi dilakukan bukan melalui kekuatan militer, melainkan melalui instrumen hukum internasional.
“Sekarang dia tidak menggunakan asas konkordansi yang dibenarkan melalui alat kolonialisme, tetapi sekarang itu disebut sebagai penjajahan model baru menggunakan perjanjian internasional untuk melakukan intervensi terhadap kedaulatan suatu negara,” tambahnya.