Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meski bersikeras tarif tidak akan berdampak pada harga barang, kenyataannya berkata lain. Inflasi di AS mulai naik seiring rencana penerapan tarif impor baru minggu depan.
Barang-barang dari negara yang terdampak akan semakin mahal, dan pelaku usaha kini dipaksa meneruskan beban biaya itu ke konsumen. Akibatnya, warga Amerika Serikat bersiap menghadapi harga yang lebih tinggi di berbagai sektor.
Berikut ini hal-hal yang mungkin bisa menjadi lebih mahal seperti dikutip dari CNN, Kamis (7/8/2025):
Komputer dan Elektronik Lainnya
Berdasarkan data dari Departemen Perdagangan AS Komputer menjadi salah satu barang impor terbesar AS tahun lalu, dengan pemasok utama seperti Tiongkok, Meksiko, Taiwan, Vietnam, dan Malaysia.
Saat ini, produk dari Tiongkok sudah dikenai tarif minimal 30 persen. Namun, tarif bisa melonjak lebih tinggi jika kesepakatan dagang dengan Beijing gagal tercapai sebelum 12 Agustus. Sementara itu, produk dari Meksiko tetap bebas bea selama mengikuti perjanjian dagang yang diteken Trump di masa jabatan sebelumnya.
Mulai minggu depan, barang elektronik dari Taiwan, Vietnam, dan Malaysia akan dikenai tarif hampir dua kali lipat dari sebelumnya.
Meskipun kenaikan harga tidak terlalu signifikan nyatanya harga komputer di pasaran konsumen sudah naik hampir 5 persen pada Juni dibanding tahun lalu, menurut data Indeks Harga Konsumen.
Meski bukan lima besar pemasok komputer asing, India tetap jadi sumber utama barang elektronik ke AS. Produk dari negara tersebut akan dikenai tarif minimum 25 persen.
Ekonom dari Yale Budget Lab memperkirakan tarif baru Trump bisa menaikkan harga komputer dan elektronik sebesar 18,2 persen dalam 2–3 tahun ke depan, dan 7,7 persen dalam jangka panjang hingga 10 tahun jika diberlakukan tanpa batas waktu.
Pakaian AS mengimpor sebagian besar pakaiannya dari Tiongkok, Vietnam, Bangladesh, India, dan Indonesia. Tarif baru yang diberlakukan Trump diprediksi akan mendorong harga pakaian naik hingga 37,5 persen dalam jangka pendek dan 17,4 persen dalam jangka panjang, menurut Yale Budget Lab.