Jakarta – Keputusan Danantara yang melarang pemberian tantiem kepada Dewan Komisaris BUMN dinilai sebagai langkah positif, namun dikhawatirkan hanya menjadi formalitas semata jika tidak disertai perubahan regulasi di tingkat yang lebih tinggi.
Pengamat BUMN sekaligus Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak berhenti sebagai simbol niat baik dan menjadi keputusan yang sekadar basa-basi saja.
Menurut saya, keputusan Danantara itu mengakhiri rezim tantiem di BUMN yang menjadi perhatian publik. Khususnya pada Dewan Komisaris. Jangan sampai niat baik itu menjadi keputusan yang sekadar basa-basi saja,” ujar Herry kepada www.wmhg.org, Minggu (3/8/2025).
Ia menyoroti persoalan tantiem di BUMN telah lama menjadi bahan kritik publik, terlebih karena aturan saat ini memungkinkan pemberian tantiem meskipun perusahaan mengalami kerugian.
Herry menjelaskan hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN No. PER-12/MBU/11/2020 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri BUMN No. PER-04/MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara.
Isinya, antara lain, tantiem dapat diberikan asal perusahaan tidak semakin rugi. Klausul tidak semakin rugi itu, berarti BUMN boleh kasih tantiem walaupun perusahaan masih rugi, namun kerugiannya lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya, ujar dia.
Perlu Perubahan Kebijakan di Tingkat Kementerian
Herry menilai praktik tersebut tidak etis dan bertolak belakang dengan prinsip insentif berbasis kinerja. Karena itu, menurut Herry, Danantara seharusnya tidak hanya berhenti pada larangan dalam bentuk surat edaran, melainkan mendorong perubahan kebijakan di tingkat kementerian.
Seharusnya, Danantara minta Menteri BUMN mencabut peraturan itu, apalagi Menteri BUMN jadi Ketua Dewan Pengawas Danantara. Sebab secara hierarki hukum, surat edaran Danantara ada di bawah Keputusan Menteri, sehingga tidak bisa menghapus keputusan tersebut,” tegasnya.