Jimbaran Berawal dari sebuah keisengan di masa pandemi, Haluan Bali kini tumbuh menjadi brand sustainable fashion yang sukses memadukan seni tradisional Indonesia dengan nuansa modern penuh warna. Tak hanya dipasarkan di Tanah Air, karya-karya uniknya telah menembus pasar internasional mulai dari Australia hingga Belanda, sekaligus membuka peluang pemberdayaan bagi masyarakat sekitar.
Haluan Bali berdiri pada 2020 ketika sang pendiri, Defria Kirana, berinisiatif membuat jaket yang dapat digunakan di tengah pandemi COVID-19. Jaket ini hadir bukan sekadar stylish, tetapi juga nyaman, dan mampu menghadirkan semangat positif di tengah suasana penuh duka saat itu.
Setiap pola kami gambar sendiri, mengangkat tema Nusantara dengan terus konsisten menghadirkan sentuhan warna cerah yang eye catching. Kebetulan, seiring perkembangan bisnis, selain jaket, kita sudah memproduksi kemeja, dan outer, tutur Defria.
Defria Kirana, yang memiliki latar belakang pendidikan IT, terus mencari cara menghadirkan inovasi agar produknya punya nilai lebih di mata pelanggan. Dari situlah lahir konsep ‘Baju Bisa Bicara’, yang membedakan karyanya dari produk fashion lain.
Pada 2021, ia melakukan scale-up dengan menambahkan teknologi Augmented Reality (AR).
“Dengan AR, saat pakaian tersebut di-scan, muncul video yang menjadi medium storytelling untuk mengisahkan Indonesia,” ungkap Defria.
Menariknya, kecintaannya pada teknologi berjalan beriringan dengan kepedulian terhadap lingkungan. Defria berujar, jika dulu Haluan Bali masih banyak memanfaatkan polyester, kini perlahan ia memilih material yang lebih berkelanjutan, termasuk organic fabric, agar tiap karyanya tidak hanya indah dipakai, tetapi juga ramah bagi bumi.
Lebih dari sekadar menjalankan usaha, Defria membawa semangat keberlanjutan sosial dalam setiap langkahnya. Ia melibatkan para perempuan di Jimbaran dan sekitarnya, mulai dari proses produksi, pemasaran, hingga pengembangan komunitas. Dari sinilah Haluan Bali tumbuh, bukan sekadar brand fashion, melainkan ruang pemberdayaan.