Jakarta Kemiskinan struktural menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia. Isu Kemiskinan struktural tersebut memiliki dampak yang cukup luas di antara masyarakat berpenghasilan rendah, salah satunya akses kesehatan yang terbatas.
Mantan Direktur, Kebijakan Penelitian dan Kerjasama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tikki Pang mengungkapkan bahwa akses ke layanan kesehatan yang belum optimal merupakan salah satu dampak terbesar dari terjadinya kemiskinan struktural.
Tikki menilai, program BPJS Kesehatan masih perlu dioptimalkan agar akses layanan kesehatan dapat terbagi secara merata di selurun negeri.
“Kalau dari segi kesehatan, menurut saya yang paling utama ialah akses (terbatas ke layanan kesehatan). Betul, BPJS memang tujuannya untuk menurunkan kesenjangan terkait akses ke layanan kesehatan. Tetapi kan kita juga mengetahui bahwa BPJS belum optimal. Mereka juga mengalami tekor dari pendanaan,” ujar Tikki kepada www.wmhg.org di Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Menurutnya, agar terjangkau secara merata, program BPJS Kesehatan perlu diperluas ke puskesmas-puskesmas tingkat daerah dan wilayah pelosok Indonesia.
“Perlu memperkuat pelayanan kesehatan di tingkat daerah dan tidak hanya melayani rumah sakit di kota-kota besar. Jadi jangan selalu dana (BPJS) itu dimasukkan ke rumah-rumah sakit di kota-kota besar. Langkah itu secara tidak langsung bisa (perlahan) menurunkan kemiskinan,” jelas Tikki.
“Karena kemiskinan itu pasti banyak hubungan rapat dengan kesehatan. kemiskinan menyebabkan kesehatan menurun atau apakah kesehatan yang tidak optimal menyebabkan kemiskinan? Hubungan antara itu perlu diketahui,” ucapnya.
Upah Buruh Rendah
Dalam keterangan terpisah, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Mirah Sumirat mengungkapkan bahwa rendahnya upah pada buruh juga menyebabkan akses terbatas ke layanan kesehatan.
“Lalu bagaimana mereka mendapatkan akses jaminan kesehatan. (Karena mendapat) BPJS kesehatan itu juga bayar. Memang ada Penerima Bantuan Iuran (PBI) tetapi untuk merubah menjadi PBI satu persaratannya sangat sulit ke arah sana. Jadi mereka ya tetap tidak bisa mendapatkan PBI seperti yang dimaksud. Belum lagi obat-obatan yang kadang tidak ada dan kita harus menebus,” kata Mirah.