Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan total denda sebesar Rp 4 miliar kepada PT CRRC Sifang Indonesia dan PT Anugerah Logistik Prestasindo.
Denda dikenakan karena terbukti melakukan persekongkolan dalam pengadaan transportasi darat untuk pemasokan Electric Multiple Unit (EMU), pada proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh dengan nilai pengadaan sekitar Rp 70,3 miliar.
Perkara dengan Nomor 14/KPPU-L/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Transportasi Darat untuk Pemasokan Electric Multiple Unit (EMU) pada proyek Kereta Cepat Whoosh ini bersumber dari laporan masyarakat.
Kepala Biro Hubungan dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menyampaikan, objek perkara a quo adalah pengadaan transportasi darat untuk pemasokan rangkaian kereta pengangkut penumpang (EMU) pada proyek Jakarta Bandung High Speed Railways Project.
Pengadaan tersebut meliputi keseluruhan kegiatan jasa untuk EMU, suku cadang, aksesori EMU (barang) setelah barang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, via pengangkutan laut, yaitu melakukan likuidasi bea cukai, pembongkaran muatan, pekerjaan pengangkutan darat untuk mengangkut barang dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta ke Depo Tegalluar, Bandung dan melakukan pembongkaran muatan sampai barang ditempatkan di rel yang telah ditentukan, bebernya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/7/2025).
Dalam sidang yang dimulai sejak 13 Desember 2024, kedua terlapor terbukti melakukan berbagai tindakan yang tidak jujur. Dengan melakukan tindakan kerja sama secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan menciptakan persaingan semu terkait proses pengadaan perkara a quo, dan memfasilitasi terjadinya persekongkolan dalam rangka memenangkan Terlapor II.
Kedua terlapor terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, yakni melakukan tindakan persekongkolan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999. Serta menghambat persaingan usaha dengan melakukan pengadaan yang bersifat tertutup, tidak transparan dan diskriminatif.
Sehingga mengakibatkan hilangnya potensi untuk mendapatkan harga yang kompetitif sesuai dengan tujuan pengadaan barang dan jasa, imbuh Deswin.