Jakarta Badai Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK di Indonesia belum juga usai. Terbaru Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan ada puluhan orang terkena PHK awal 2025 lalu.
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani memaparkan data soal PHK di Indonesia yang meningkat menjadi tekanan bagi pengusaha. Mengutip data BPJS Ketenagakerjaan, sepanjang 2024, sebanyak 257.471 peserta berhenti terdaftar sebagai peserta akibat PHK. 154.010 orang diantaranya mengajukan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) sebagai bentuk kompensasi kehilangan pekerjaan.
Lalu, dalam periode 1 Januari hingga 10 Maret 2025, 73.992 peserta keluar dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan karena PHK. Dengan 40.683 orang di antaranya telah mencairkan dana JHT.
Hasil survei APINDO pada 17–21 Maret 2025 terhadap lebih dari 350 perusahaan anggota juga memperkuat gambaran tersebut.
Tekanan utama yang mendorong PHK antara lain adalah penurunan permintaan (69,4 persen), kenaikan biaya produksi (43,3 persen), perubahan regulasi ketenagakerjaan terutama terkait upah minimum (33,2 persen), tekanan dari produk impor (21,4 persen), serta dampak dari adopsi teknologi dan otomatisasi (20,9 persen).
Apindo pun menilai lapangan kerja baru yang tercipta tidak sebanding dengan angka pemutusan hubungan kerja (PHK). Setidaknya, dibutuhkan 3-4 juta lapangan ker baru di Indonesia setiap tahun.
Shinta Kamdani menyampaikan maraknya PHK yang terjadi perlu menjadi perhatian. Pada saat yang sama, penciptaan lapangan kerja baru juga perlu dilakukan.
Kita mesti menyadari bahwa di luar daripada PHK kita juga harus menyiapkan 3-4 juta pekerjaan baru setiap tahunnya. Jadi walaupun sudah ada pekerjaan baru dari investasi yang masuk, ini tidak bisa memadai dengan kondisi yang ada, ungkap Shinta dalam Media Briefing di Kantor Apindo, Jakarta, dikutip Rabu (14/5/2025).
Dia mengantongi data yang menunjukkan kenaikan jumlah PHK di Indonesia. Belum lagi dengan ketidakpastian ekonomi global turut berpengaruh pada ekosistem lapangan kerja.
Shinta menegaskan, pemerintah dan setiap pihak terkait harus memperbaiki sektor padat karya. Tujuannya, mengerem angka PHK dan penciptaan lapangan kerja baru.
Makanya sekarang kenapa kita perlu revitalisasi padat karya karena PHK ini menjadi satu perhatian yang sangat mengkhawatirkan buat kita, tegasnya.