Jakarta – Upaya Rusia membangun sistem pembayaran alternatif di luar jalur keuangan Barat mungkin mendapatkan daya tarik melalui aset kripto baru yang dipatok dengan Rubel.
Mengutip Crypto News, Rabu (25/6/2025), berdasarkan laporan Financial Times pada 25 Juni, stablecoin yang memiliki hubungan dengan Rusia telah diam-diam memproses transaksi lebih dari USD 9,3 miliar atau Rp 151,60 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.302) hanya empat bulan setelah peluncurannya.
Disebut A7A5, stablecoin diluncurkan di Kirgistan pada Februari 2025 dan dipasarkan sebagai token digital pertama yang sepenuhnya didukung oleh rubel Rusia.
Token itu disajikan sebagai proyek yang independen dan transparan, tetapi hubungannya dengan entitas yang dikenai sanksi menunjukkan token itu mungkin merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk menghindari sanksi barat dan memungkinkan pembayaran lintas batas untuk bisnis Rusia yang dibatasi oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan Inggris.
Kaitan dengan Garantex, Grinex dan solusi sanksi Rusia A7A5 telah dikaitkan dengan entitas yang masuk daftar hitam termasuk Promsvyazbank, bank Rusia yang berada di bawah pembatasan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, dan A7, perusahaan yang terkait dengan pengusaha kontroversial Ilan Sor yang dihukum karena menggelapkan USD 1 miliar atau sekitar Rp 16,30 triliun di Moldova.
Peluncuran token itu terjadi tak lama setelah otoritas AS menutup Garantex, bursa kripto utama Rusia yang dituduh memfasilitas lebih dari USD 60 miliar dalam transaksi ilegal. Sekitar waktu yang sama, bursa baru bernama Grinex diluncurkan di Kirgistan yang sekarang berfungsi sebagai tempat perdagangan utama untuk A7A5.
Sebelum Garantex ditutup, sejumlah besar USDT dilaporkan dipindahkan dari dompet Garantex ke A7A5, dan kemudian ke Grinex. Perusahaan blockchain Elliptic dan Global Ledger menyarankan Grinex mungkin merupakan platform penerus meski Grinex menyangkal ada hubungan langsung.