Jakarta – Kementerian Keuangan menetapkan aset kripto tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, aset kripto dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang diperoleh oleh penjual aset kripto.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Mengenai pajak itu, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025 menimbang penghasilan dari transaksi aset kripto merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang menjadi objek pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
“Bahwa untuk memberikan kepastian hukum kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas transaksi perdagangan aset kripto,” demikian seperti dikutip.
Pada Bab II pasal 2 dari PMK Nomor 50 Tahun 2025 yang memuat perlakuan pajak pertambahan nilai sehubungan dengan penyerahan aset kripto disebutkan atas penyerahan aset kripto yang dipersamakan dengan surat berharga tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Akan tetapi, atas jasa kena pajak berupa jasa penyediaan Sarana Elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan aset kripto oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik. Selain itu, jasa kena pajak berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto dikenai pajak pertambahan nilai.