Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto memberikan kepastian hukum serta pengaturan yang lebih jelas terhadap aset kripto yang selama ini perkembangannya sangat pesat.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Hasan Fawzi, mengungkapkan salah satu poin penting dalam aturan baru ini yakni penguatan klasifikasi aset kripto sebagai aset keuangan digital. Klasifikasi ini menempatkan aset kripto setara dengan surat berharga.
“Sejalan dengan itu, transaksi aset kripto diperlakukan sebagai surat berharga sehingga dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN),” kata Hasan dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Juli 2025 di Jakarta, ditulis Selasa (5/8/2025).
Lebih lanjut, Hasan menjelaskan bahwa regulasi ini juga menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap penggunaan platform aset kripto berizin dalam negeri.
Hal ini terlihat dari pengenaan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang jauh lebih rendah dibandingkan transaksi melalui platform luar negeri, yang tarifnya bisa mencapai lima kali lipat.
Ia pun berharap agar semua pihak, baik regulator, pelaku industri, maupun masyarakat, dapat bersama-sama mendorong kebijakan dan insentif bagi industri aset keuangan digital dan kripto di Indonesia. Menurutnya, sektor ini masih membutuhkan banyak dukungan, terutama pada fase awal pengembangannya.
Disisi lain, Hasan juga menegaskan pentingnya menciptakan level playing field yang adil agar industri kripto domestik bisa bersaing dengan pemain global. Kesetaraan ini menjadi kunci agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga pemain utama dalam industri aset digital di kawasan regional.