wmhg.org – JAKARTA. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia kembali mendaki ke zona ekspansi setelah mengalami kontraksi dalam empat bulan beruntun. S&P Global mencatat PMI Manufaktur Indonesia meningkat 2,3 poin dari 49,2 pada Juli menjadi 51,5 pada Agustus 2025.
Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti mengungkapkan pada pertengahan triwulan ketiga 2025, sektor manufaktur Indonesia menunjukkan perbaikan kondisi operasional untuk pertama kali dalam lima bulan. Perusahaan mencatat pertumbuhan baru pada output dan pesanan baru, dengan pesanan ekspor mencatat kenaikan tercepat dalam hampir dua tahun.
Sebagai respons, perusahaan meningkatkan jumlah tenaga kerja dan pembelian untuk menyesuaikan permintaan dan kebutuhan produksi, sekaligus memanfaatkan stok barang jadi yang ada untuk menyelesaikan pesanan.
Perusahaan juga berharap pertumbuhan output dapat berlanjut dalam waktu dekat, seiring menguatnya optimisme terhadap prospek tahun mendatang, terang Usamah dalam rilis yang disiarkan Senin (1/9/2025).
Sejumlah sub sektor industri mengamini ada perbaikan kinerja yang terdongkrak oleh meningkatnya permintaan. Contohnya pada industri peralatan listrik.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) Yohanes P. Widjaja mengungkapkan kondisi industri kelistrikan cukup membaik. Di dalam negeri, penopangnya adalah proyek-proyek kelistrikan yang dilaksanakan oleh PT PLN (Persero) dan swasta, terutama setelah rilis Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.
Kondisi di semester kedua ini menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan semester pertama, ungkap Yohanes saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (1/9/2025).
Sementara untuk pasar ekspor, ketetapan tarif impor dari Amerika Serikat (AS) mendatangkan kepastian dari sisi bisnis. Para pembeli dari AS sudah dapat menghitung biaya impor yang tepat, sehingga mulai kembali menaruh order produk-produk kelistrikan untuk pasar AS.
Segendang sepenarian dengan industri kaca. Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) Henry T. Susanto menjelaskan utilisasi produksi industri gelas kaca sempat anjlok ke level 60% pada semester I-2025, lantaran tertekan oleh penurunan permintaan di pasar domestik maupun ekspor.
Memasuki semester II-2025, pasar lokal maupun ekspor mulai tumbuh kembali, sehingga mengerek utilisasi produksi. Hanya saja, momentum ini tak berjalan mulus, lantaran di pertengahan bulan Agustus sempat ada gangguan pasokan gas industri.
Kendala ini membuat sejumlah pelaku industri tidak bisa memenuhi permintaan pasar pada periode tersebut.
Pasar membaik, tetapi gas bermasalah, sehingga kami tidak bisa berproduksi dengan baik. Industri kami akan berkembang bila didukung harga dan ketersediaan gas yang memadai dan ekonomis, terang Henry.
Jalan yang tak mulus juga dirasakan oleh industri otomotif. Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto mengungkapkan bahwa angka-angka penjualan mobil sejauh ini belum menunjukkan adanya kenaikan.
Kami masih berharap dengan adanya pameran-pameran di kota-kota besar luar Jakarta bisa menjadi stimulus untuk menaikkan angka penjualan, ungkap Jongkie.
Tren penjualan mobil yang melandai turut menekan performa industri komponen otomotif. Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) Rachmad Basuki menyampaikan secara umum industri komponen otomotif sangat tergantung pada industri mobil dan sepeda motor.
Rachmad menyoroti tiga faktor yang menekan industri komponen otomotif. Meliputi penjualan mobil yang menurun, impor mobil listrik berbasis baterai atau Battery Electric Vehicle (BEV) secara utuh, serta impor truk tambang.
Kondisi tersebut membuat pasokan produk komponen otomotif ke pabrikan mengalami penurunan. Permintaan sepeda motor cenderung stagnan. Jadi secara keseluruhan industri (komponen otomotif) ini belum menunjukkan perbaikan, kata Rachmad.
Meski begitu, harapan tetap terbuka. Secara historis dalam tiga tahun terakhir, Rachmad mengungkapkan kondisi pasar pada semester kedua lebih tinggi daripada semester pertama. Namun jika dibandingkan secara tahunan, Rachmad memprediksi kinerja pada semester II-2025 akan lebih lemah ketimbang semester II-2024.
Sementara itu, Yohanes menyoroti pentingnya faktor stabilitas kondisi sosial dan politik, ekonomi serta penegakan hukum di dalam negeri. Pelaku industri berharap huru-hara yang terjadi dalam sepekan terakhir tidak terulang, dengan adanya perbaikan yang konkret dari penyelenggara negara.
Kami harap pemerintah mengambil langkah-langkah yang secepatnya memulihkan keadaan. Keamanan harus terjaga. Kondisi di masyarakat harus segera diperbaiki karena kalau tidak, kita akan kembali terpuruk di situasi yang sedang tidak baik-baik saja, tandas Yohanes.
Selanjutnya: Anggaran DPR Harus Terbuka dan Transparan, Ini Tunjangan yang Perlu Ditarik
Menarik Dibaca: Ini Cara Menetapkan Tujuan Keuangan yang Tepat untuk Masa Depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News