wmhg.org – JAKARTA. Kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) masih menjadi sorotan. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang melakukan reformasi terhadap aturan komponen lokal tersebut.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan reformasi TKDN yang sedang dikerjakan pemerintah bukan karena desakan pihak tertentu dan tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Agus membantah reformasi TKDN dilakukan hanya karena ada tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
“Kami ingin tegaskan bahwa reformasi TKDN bukan karena latah, dan bukan karena tekanan. Ini sudah kami mulai sejak Februari 2025, jauh sebelum adanya dinamika yang berkembang belakangan ini,” ungkap Agus melalui keterangan resmi Sabtu (10/5).
Menurut Agus, reformasi TKDN merupakan bagian dari upaya jangka panjang pemerintah untuk memperkuat industri nasional melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri. “Kemenperin telah melakukan evaluasi terhadap implementasi TKDN selama ini. Reformasi ini bertujuan agar kebijakan lebih adaptif, transparan, dan memberikan manfaat optimal bagi pelaku industri dalam negeri,” imbuh Agus.
Dalam keterangan terpisah, Agus menjelaskan bahwa Kemenperin telah memulai upaya mereformasi kebijakan TKDN dari berbagai sisi. Mulai dari formulasi penghitungan komponen dalam negeri yang lebih berkeadilan maupun penyederhanaan proses bisnis penerbitan Sertifikat TKDN.
Rumusan kebijakan reformasi TKDN itu telah dilakukan uji publik dan tengah dalam tahap finalisasi. “Saya berharap reformasi TKDN semakin meningkatkan minat usaha dan investasi di tanah air, serta meningkatkan kontribusi sektor manufaktur pada perekonomian nasional,” ungkap Agus dalam keterangan resmi, Minggu (11/5).
Reformasi kebijakan TKDN ini terutama supaya tata cara perhitungan lebih sederhana, singkat, dan berbiaya murah. Langkah tersebut bertujuan agar semakin banyak produk industri dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN dan dibeli oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.
Perpres PBJ Pemerintah
Agus memastikan, pemerintah akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pelaksanaan reformasi ini, supaya bisa diimplementasikan secara efektif dan tepat sasaran. Agus kemudian menyoroti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah.
Beleid tersebut merupakan perubahan kedua atas Perpres No. 16 Tahun 2018. Agus bilang, Perpres No. 46 Tahun 2025 ini memperbaiki regulasi sebelumnya, yakni Perpres No. 12 Tahun 2021.
Menurut Agus, Perpres No. 46 Tahun 2025 menjadi landasan hukum yang memperkuat arah baru kebijakan TKDN. Termasuk perbaikan mekanisme verifikasi, insentif bagi pelaku industri, dan penguatan pengawasan agar mendorong komitmen penggunaan produk dalam negeri di berbagai sektor.
Agus menyoroti munculnya empat sub ayat baru pada Pasal 66 Perpres No. 46 Tahun 2025, yang mengatur tentang urutan prioritas belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. Dalam aturan baru ini, pemerintah memprioritaskan dan wajib membeli produk ber-TKDN atau Produk Dalam Negeri (PDN) dibandingkan produk impor.
Adapun urutan prioritas belanja pemerintah atas produk ber-TKDN dan PDN sesuai dengan Pasal 66 Perpres No. 46 Tahun 2025 adalah sebagai berikut:
1. Jika ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP (Bobot Manfaat Perusahaan)-nya lebih dari 40%, maka yang bisa dibeli pemerintah melalui PBJ adalah produk yang ber-TKDN di atas 25%.
2. Jika tidak ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP-nya di atas 40%, tapi ada produk yang memiliki skor TKDN di atas 25%, maka produk yang memiliki skor TKDN di atas 25% bisa dibeli pemerintah melalui PBJ Pemerintah.
3. Jika tidak ada produk yang ber-TKDN di atas 25%, maka pemerintah bisa membeli produk yang ber-TKDN lebih rendah dari 25%.
4. Jika tidak ada produk yang bersertifikat TKDN, maka pemerintah bisa memberli PDN yang terdata dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).
Regulasi baru ini memperbaiki regulasi sebelumnya. Produk impor tidak boleh dibeli dalam PBJ pemerintah jika empat urutan belanja terpenuhi, kata Agus.
Agus mengungkapkan kehadiran Pasal 66 ayat 2B memberikan langkah afirmasi terhadap penggunaan produk dalam negeri dalam PBJ pemerintah. Ketentuan tersebut memberikan kesempatan lebih besar bagi industri dalam negeri untuk bisa berpartisipasi lebih besar dalam pengadaan pemerintah, termasuk di tingkat daerah.
Menurut Agus, regulasi tersebut sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Sarasehan Ekonomi pada pertengahan bulan April lalu. Presiden meminta agar kebijakan TKDN direlaksasi dan diubah menjadi insentif.
Agus mengatakan, Perpres No. 46 Tahun 2025 menekankan pentingnya perlindungan terhadap ekosistem industri nasional. “Membangun industri manufaktur tidak semudah membalikkan tangan. Kita bicara soal ekosistem, soal rantai pasok. Namun sebaliknya, untuk menghancurkan industri itu bisa sangat mudah. Karena itu, kebijakan ini hadir untuk menjaga keberlangsungan sektor industri dalam negeri,” tandas Agus.
Selanjutnya: Market Share Meningkat, Indonesia Optimis Jadi Pemain Penting Industri EV di ASEAN
Menarik Dibaca: 4 Rekomendasi Cysteamine Cream yang Ampuh dan Aman, Sudah Berizin BPOM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News